Saya "Dipaksa" Golput
Saya pernah Golput, ehmmm di pemilu tahun 2004. Kenapa? waktu itu emang lagi idealis2nya sih, ga mau milih kalo pilihan yang ada bukan pilihan yang baik. Tapi untuk tahun ini sih saya tidak mau seperti itu, dengan alasan, pasti masih ada orang baik yang lagi berjuang di Pemilu ini. Meskipun sampai H-1 saya masih belum tahu siapa. Karena saya perantauan di Jakarta, KTP saya pun juga KTP daerah asal di Jember, Jawa Timur, saya pastinya tidak akan terdaftar di DPT tempat saya tinggal saat ini di Jakarta. Namun berbekal informasi yang beredar di berbagai media yang menyatakan siapapun yang belum terdaftar di DPT boleh tetap mencoblos dengan menunjukkan KTP, saya masih optimis bisa menyalurkan pendapat saya. Sosialiasinya sbb :
Berbekal informasi tersebut, pagi ini saya ke TPS terdekat dengan membawa berbagai kartu identitas, KTP, SIM, dsb. dan ternyata DITOLAK!
Aturannya sebenarnya begini, bagi WNI yang mau berpartisipasi Pemilu 2014, harus menyiapkan formulir A5 yang dibawa dari daerah asal. Formulir ini bisa diurus (katanya) terakhir Kemarin tanggal 08 April 2014. Jadi pemilih yang mengajukan formulir A5 ini nantinya akan dicoret di DPT asalnya, dan bisa mencoblos di domisili yang baru.
Terus informasi yang gambarnya saya tampilkan di atas ini maksudnya apa? jadi gini, Pemilih boleh memilih dengan berbekal KTP saja ketika Pemilih tersebut belum terdaftar menjadi DPT di daerahnya padahal sudah memiliki KTP di daerah itu. Yap! KTP ini boleh berlaku di TPS jika memiliki KTP daerah yang sama.
Hmmm.... alasannya sih mungkin ada 3 ya...
- KPU tidak mau orang-orang perantau seperti saya memanfaatkan kondisi yang ada. Yakni dengan hanya berbekal KTP, saya bs mencoblos di banyak TPS (pengamannya sebenarnya jelas, yakni dengan tinta hitam di jari yang (katanya) baru bisa hilang dengan jangka waktu 2 hari). Yah, aman sih ya, dengan catatan tinta tsb memang benar2 aman dan kuat. Tapi harusnya kan memang begitu ya?
- KPU mau memberikan logistik surat suaranya dengan terbatas. Yakni hanya pihak-pihak yang terdaftar saja yang boleh milih, jd Kertas suara yang disiapkan pun juga sesuai dengan jumlah DPT nya saja.
- KPU ga mau repot aja untuk sosialisasi, atau ya sudahlah mau golput atau ga golput mah ga peduli :(
Trus saya kudu gimana? Balik kampung? wow! ada yang bilang sih di timeline twitter saya, yang mencaci maki orang yang Golput, orang yang ga bela2in untuk balik kampung untuk milih, dibilang apatis lah apa lah, kan sebel! Bukannya mau gimana2 sih, ini kami ini sebagai karyawan, kalo mau ngurus form A5 (yang cuma bisa diurus hari Senin - Jumat) pastinya harus cuti dan sebagainya. Padahal saya di Jakarta saja bisa dihitung jari brp lamanya, karena saya banyak audit berminggu-minggu di luar kota. Kalo mau balik ke kampung, tiket saya dibayarin pemerintah apa? tiket ga bisa dibeli bulan-bulan sebelumnya, karena schedule audit saya pun biasanya baru fix di sebulan/2 bulan sebelumnya. Untuk tahun ini, saya semalem baru balik dari luar kota dan besok sudah keluar kota lagi. Bela-belain kantor saya bayarin tiket pesawat ya cuma buat mensukseskan Pemilu. Dan ternyata saya kudu golput juga. Pfffttttt.....
By the way, ternyata ga semua TPS menolak pemilih yang tidak membawa form A5, ada bbrp TPS yang masih mau. Kabar ini saya dapatkan dari kakak tingkat saya yang senasib sama saya. Dia malah berencana protes ke Bawaslu, namun ternyata prosedurnya juga riweuh. dan memutuskan keliling TPS dlu melihat apakah ada TPS yang bs menerima dia tanpa A5 apa ga. Sepagi ini, dia sudah keliling 3 TPS di daerah kebon kacang Jakarta Pusat.
Trus kok bisa gt tiap TPS prosedurnya beda2? kok bisa gt informasi menyesatkan begitu ada? kok bisa gt sosialisasi tidak bener dilakukan sama KPU? Pemilu ini ga murah loh! Pemilu yang akan datang harus memikirkan sistem untuk perantauan dengan benar. Kita punya yang namanya e-ktp yang biayanya triliunan rupiah yang katany sudah bisa terintegrasi secara nasional. Dengan modal itu saja harusnya risiko adanya orang yang nyoblos lebih dari sekali itu tetap bisa diminimalkan. Tinta pun kalo benar2 asli dan berkualitas tinggi juga harusnya bisa menjaid penanda supaya pihak yang ga bertanggung jawab tidak bisa curang dengan mencoblos lebih dari 1x. Pffffttt... saya kok yakin yang ada di pemerintahan ga sebego itu untuk kepikiran sistem yang lebih baik. Yah, sekali lagi kalo yang ada di pemerintahan memang ga mau repot bikin sistem yang baik yang muaranya cm bisa mendapatkan sistem ala kadarnya yang memakan biaya triliunan rupiah namun riilnya ga semahal ini. Defiasinya trus gimana? yah.... udah rahasia umum lah ya....
Btw boro boro ya mikirin berbagai macam sistem terbaik, infonya banyak bilik suara yang cm pake kardus loh. Nah, trus kemana itu uang triliunan rupiah? pfffftttttt.....
Doakan saya (dan juga Anda) untuk tidak suka berapatis ria karena ini semua.
ArilPKurniarsih
Komentar
Coba itu KPU, Bawaslu diaudit aja ama swasta.. Prosedur vs penerapan, anggaran vs realisasi, kira-kira efektif nggak ya..
Hahaha...
Pasti hasilnya significant improvement needed atau orange! Pffftttt...