Sauvignon's Absurdoo Paradisoroom

Niatnya sih dari hari Sabtu, namun karena hujan masih bersahabat dengan langit Jakarta ya mau ga mau di undur. Acaranya sebenernya ngirim motor scoopy saya ke Jember (please dont ask me why? it's a long long story you kno, anggap aja saya harus nuker motor ke rumah dan jadinya ngirim motor lagi deh) lewat Herona Express di Stasiun Kota Tua, namun biar ga jadi kesel, saya manfaatkan saja moment itu untuk menikmati (lagi) kota tua. Saya adalah pencinta kota tua, hehehe ga tau kenapa ga pernah bosen aja kalo kesini. Ada aja yang bisa dinikmati. Entah ke museum yang betebaran di sekitarnya, memandang bangunan-bangunan yang cantik namun tidak terawat, atau hanya menikmati keramaian turis domestik atau mancanegara di sana, kali-kali aja gitu saya diajak poto-poto lagi sama Turis (kejadiannya beberapa tahun lalu, saya ditodong foto sama Turis waktu jalan-jalan di sana, mungkin karena muka saya Indonesia sekali ya, mungkin) atau diwawancarai sama salah satu stasiun swasta tentang Kota Tua...

Ceritanya saat ini saya sedang kebanjiran. Hahahaha. Pembukaan yang aneh Right? Whatever lah ya… jadi, kita banyak tau lah ya dari berita-berita kalo Jakarta itu emang langganan banget sama yang namanya Banjir. Hampir setiap tahun, banjir pasti saja terjadi. Apalagi saya memang berada di wilayah yang langganan banjir (baca : Kelapa Gading). Kenapa saya baru ribet-ribet posting tentang banjir sekarang-sekarang ini, padahal kan saya hidup di Jakarta udah 3,5th lebih? Karena ya saya baru ngalamin banjir. Awal tinggal di Jakarta tahun 2010 pertengahan, belum musim ujan dong. Tahun 2011 saya masih ngekost di daerah Cempaka Mas Sunter, udah ngalamin baru bisa nyampe kost jam 11 an malam padahal kantor saya itu kalo lancar mah cuma 30 menitan. Tahun 2011 ini entah kenapa curah hujan Jakarta belum gila-gilaan. Mungkin sebagai gift ucapan selamat datang ke Saya kali ya biar saya ga kaget dan jadi nangis pulang ke desa tercinta… hahaha GR abis. Di tahun 2012 saya sudah pindah di Kelapa Gad...

Kau Angin Semula aku sangka kau gelombang tapi setiap kali aku renangi kau mengasing bagai angin Peluh membuncah dan ruh tubuh gelisah adalah ibadah bagi cinta tak berjamah Di situ, kunikmatkan teduhmu sesekali sebelum kau berhembus pergi Aku buru suara seruling di jauhan yang kutemu dedahan bergesekan Aku termangu tertipu gerakmu sehening batu di kedalaman rinduku Kini aku tahu, tak perlu memburumu Kau hidup di dalam dan diluar diriku tak berjarak namun terasa jauh teramat dekat namun tak tersentuh Jika benar kaulah angin itu semauku akan kuhirup kamu Dalam jantung yang berdegup kau gairah baru bagai hidup Mengalirlah darah, mengalir dalam urat nadi cintaku karenamu, Kekasihku! Ini adalah puisi, Saya tau puisi ini dari Album "Komposisi Delapan Cinta" yang di aransemen oleh Dian HP dan dinyanyikan oleh Ubiet. Ceritanya ini kayak musikalisasi puisi gt, kali ini objeknya adalah puisi-puisi karya Sitok Srengenge dan ...